Sexy Pink Heart - Busy

Jumat, 12 April 2013


BABAD TANAH JAWI
Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647

Babad Tanah Jawi karya W.L Olthof adalah salah satu contoh dari Historiografi Tradisional. Banyak orang dan sejarahwan menganggap buku ini sebagai buku babon, karena kajiannya yang tidak pernah lepas dari peristiwa-peristiwa yang terjadi di Pulau Jawa.  Babad Tanah Jawi membahas tentang kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Majapahit hingga Demak yang kemudian diteruskan dengan silsilah Kerajaan Pajang, Kerajaan Mataram, dan berakhir pada masa Kertasura. Buku ini juga membahas tetang silsilah raja-raja mataram yang digunakan sebagai legitimasi kekuasaan. Penulis juga mengaitkan hingga Nabi Adam yang merupakan manusia pertama di muka bumi sebagai nenek moyang dari raja-raja Hindu di tanah Jawa dan Mataram Islam.
Ciri-ciri historiografi tradisional yang terdapat dalam Babad Tanah Jawi adalah sebagai berikut :
àIstana sentris yaitu segala sesuatu yang terjadi dalam cerita dipusatkan kepada raja atau keluarga raja (keluarga istana). Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 298, “Pada suatu waktu sang Sultan sedang bercengkrama di dalam kebun istana, diiringi oleh abdi putri, membawa clurit bergagagng kayu wregu.”
àRaja memiliki kekuatan gaib (sakti), sehingga kebal dari segala senjata, dan benda tajam. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 220, “Setelah sampai di halaman istana, lalu ditembak oleh sang putri, juga dilempar serampang. Senopati kena dadanya tapi tidak mempan, enak saja berjalan.”
àSemua hal yang khayal, yang tidak masuk akal dianggap sebagai bagian dari dunia nyata. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 46, “Jaka Tarub yang menikahi Dewi Nawang Wulan yang sebenarnya adalah seorang bidadari.”
àBerhubungan dengan kepercayaan dan hal-hal gaib. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 163, “Jika Paduka mau memanggil, sedekap dalam sikap semedi menengadah ke langit, pasti saya segera datang, membawa membawa bala jin, setan, peri parayangan. Lengkap dengan alat perangnya.”
àRaja dianggap sebagai dewa, apapun keputusan yang diambil Raja itu benar dan para bangsawan serta rakyat wajib mematuhi dan melaksanakan yang di perintahkan Raja apapun resikonya. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 419, “Sang Nata lalu berkata kepada Trunojoyo, “Adi Trunojoyo tinggal satu kaul saya, sekarang lunasilah pula. Ketika saya ada di negara Tegal, saya punya nadar. Keris saya Kyai Belabor ini tidak akan saya ganti kerangkanya, sebelum saya rangkakan di dadamu”. Para bupati setelah mendengar panggilannya, tanggap semua. Trunojoyo lalu dipapah bersama, didekatkan di depan sang Prabu. Selain itu pada halaman 483, “Sang Nata lalu berkata kepada para Bupati, “Bupati semua, jadilah saksi jika Sindu Reja sekarang saya angkat jadi patih menggantikan Nerang Kusuma dan Adimas Pangeran Panular saya ganti namanya dengan Pangeran Arya Mataram. Saya beri pelungguh tanah seluas seribu karya”. Para Bupati serentak mendukung semua.”
à Bersifat feodalistis-aristokratis yang berarti apa yang dibicarakan dalam karya tulis tersebut selalu berhubungan dengan kaum-kaum bangsawan dan tidak membicarakan tentang kehidupan rakyat, serta tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi dari kehidupan rakyat. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 668, “Alkisah sang Prabu mengatur kembali kedudukan para Bupati, Menteri. Posisi mereka dikembalikan seperti zaman Mataram dulu.”
àDaerah-daerah yang diceritakan dalam Babad Tanah Jawi nyata dan masih ada hingga sekarang. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 212, “Pada bulan Mukaram Panembahan Senopati, Kyai Adipati Manda-Raka beserta bala pasukannya yang sudah siaga berangkat ke Madiun. Barisan berhenti di sebelah barat Madiun mesanggrah di dusun Kali Dadung dekat Bengawan Madiun.”
àBenda mendapat nama seperti manusia dan menggunakan tambahan Nyai atau Kyai. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 199, “Cuma yang berupa barang wasiat saja yang saya minta, gong Kyai Balima, kendali Kyai Macan Guguh, dan benda-benda lain yang terberkati.”
à Dalam ceritanya banyak menggunakan kata Alkisah seperti dalam hikayat. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 159, “Alkisah menurut yang empunya cerita di Laut Kidul ada yang menjadi raja disana, raja putri nan cantik jelita tanpa tanding”. Selain itu pada halaman 775, “Alkisah inilah cerita Adipati Jaya Puspita di Japan.”
Babad Tanah Jawi adalah buku yang menarik untuk dibaca karena berisi cerita tentang kerajaan yang pernah berkuasa di Pulau Jawa. Tidak hanya menceritakan kehidupan manusia saja, tetapi juga dewa dewi dan hal-hal mistik. Banyak informasi yang dapat diambil dari buku ini seperti hubungan raja-raja dengan orang-orang Belanda, hubungan raja-raja dengan dunia gaib, serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di wilayah-wilayah yang ada di Pulau Jawa seperti Madiun, Madura, Surabaya, Tuban, Betawi, Jepara dan Pati. Cerita dalam babad dapat dipercaya karena terdapat angka tahun ketika peristiwa tersebut terjadi, misalnya pada halaman 561, “Tidak lama kemudian sang Prabu sakit dan mangkat di tahun Alip 1627” serta pada halaman 293, “Orang Belanda lalu mengutus ke Mataram menyampaikan persembahan yang banyak dan beragam. Waktu itu diberi sengkalan tahun 1571.”
Meskipun terdapat angka tahun, beberapa cerita masih terlihat seperti dongeng dan kaya akan mitos. Misalnya pada halaman 88, “Baru memperoeh tiga cangkulan lalu ada kilat datang dalam rupa seorang laki-laki. Kyai Ageng tahu bahwa kilat harus segera ditangkap. Kilat itu berbunyi menggelegar. Ki Ageng kukuh memegangnya. Kilat lalu diikat, diserahkan ke Demak.” Tetapi dalam buku ini terdapat beberapa kata yang tidak dilengkapi dengan footnote sehingga membuat  pembaca tidak mengerti arti dari kata tersebut. Misalnya pada halaman 318, “Tidak terbetik sedikit pun dalam hati untuk menjadikannya sebagai pasemon apalagi akan mbalela  atau nggege mangsa.” Selain itu alur cerita dalam Babad Tanah Jawi juga tidak kronologis, sehingga membuat pembaca bingung dalam mengikuti cerita ini.