BABAD TANAH JAWI
Mulai dari Nabi Adam
Sampai Tahun 1647
Babad
Tanah Jawi karya W.L Olthof adalah salah satu contoh dari Historiografi
Tradisional. Banyak orang dan sejarahwan menganggap buku ini sebagai buku
babon, karena kajiannya yang tidak pernah lepas dari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di Pulau Jawa. Babad Tanah Jawi
membahas tentang kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Majapahit hingga
Demak yang kemudian diteruskan dengan silsilah Kerajaan Pajang, Kerajaan
Mataram, dan berakhir pada masa Kertasura. Buku ini juga membahas tetang
silsilah raja-raja mataram yang digunakan sebagai legitimasi kekuasaan. Penulis
juga mengaitkan hingga Nabi Adam yang merupakan manusia pertama di muka bumi
sebagai nenek moyang dari raja-raja Hindu di tanah Jawa dan Mataram Islam.
Ciri-ciri
historiografi tradisional yang terdapat dalam Babad Tanah Jawi adalah sebagai
berikut :
à Istana sentris
yaitu segala sesuatu yang terjadi dalam cerita dipusatkan kepada raja atau
keluarga raja (keluarga istana). Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 298,
“Pada suatu waktu sang Sultan sedang bercengkrama di dalam kebun istana,
diiringi oleh abdi putri, membawa clurit bergagagng kayu wregu.”
à Raja memiliki
kekuatan gaib (sakti), sehingga kebal dari segala senjata, dan benda tajam. Misalnya
dalam Babad Tanah Jawi halaman 220, “Setelah sampai di halaman istana, lalu
ditembak oleh sang putri, juga dilempar serampang. Senopati kena dadanya tapi
tidak mempan, enak saja berjalan.”
à Semua hal yang
khayal, yang tidak masuk akal dianggap sebagai bagian dari dunia nyata.
Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 46, “Jaka Tarub yang menikahi Dewi Nawang
Wulan yang sebenarnya adalah seorang bidadari.”
à Berhubungan
dengan kepercayaan dan hal-hal gaib. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman
163, “Jika Paduka mau memanggil, sedekap dalam sikap semedi menengadah ke
langit, pasti saya segera datang, membawa membawa bala jin, setan, peri
parayangan. Lengkap dengan alat perangnya.”
à Raja dianggap
sebagai dewa, apapun keputusan yang diambil Raja itu benar dan para bangsawan
serta rakyat wajib mematuhi dan melaksanakan yang di perintahkan Raja apapun
resikonya. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 419, “Sang Nata lalu berkata
kepada Trunojoyo, “Adi Trunojoyo tinggal
satu kaul saya, sekarang lunasilah pula. Ketika saya ada di negara Tegal, saya
punya nadar. Keris saya Kyai Belabor ini tidak akan saya ganti kerangkanya,
sebelum saya rangkakan di dadamu”. Para bupati setelah mendengar
panggilannya, tanggap semua. Trunojoyo lalu dipapah bersama, didekatkan di
depan sang Prabu. Selain itu pada halaman 483, “Sang Nata lalu berkata kepada
para Bupati, “Bupati semua, jadilah saksi
jika Sindu Reja sekarang saya angkat jadi patih menggantikan Nerang Kusuma dan
Adimas Pangeran Panular saya ganti namanya dengan Pangeran Arya Mataram. Saya
beri pelungguh tanah seluas seribu karya”. Para Bupati serentak mendukung
semua.”
à Bersifat
feodalistis-aristokratis yang berarti apa yang dibicarakan dalam karya tulis
tersebut selalu berhubungan dengan kaum-kaum bangsawan dan tidak membicarakan
tentang kehidupan rakyat, serta tidak membicarakan segi-segi sosial dan ekonomi
dari kehidupan rakyat. Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 668, “Alkisah
sang Prabu mengatur kembali kedudukan para Bupati, Menteri. Posisi mereka
dikembalikan seperti zaman Mataram dulu.”
à Daerah-daerah
yang diceritakan dalam Babad Tanah Jawi nyata dan masih ada hingga sekarang.
Misalnya dalam Babad Tanah Jawi halaman 212, “Pada bulan Mukaram Panembahan
Senopati, Kyai Adipati Manda-Raka beserta bala pasukannya yang sudah siaga berangkat
ke Madiun. Barisan berhenti di sebelah barat Madiun mesanggrah di dusun Kali
Dadung dekat Bengawan Madiun.”
à Benda mendapat
nama seperti manusia dan menggunakan tambahan Nyai atau Kyai. Misalnya dalam
Babad Tanah Jawi halaman 199, “Cuma yang berupa barang wasiat saja yang saya
minta, gong Kyai Balima, kendali Kyai Macan Guguh, dan benda-benda lain yang terberkati.”
à Dalam ceritanya
banyak menggunakan kata Alkisah seperti dalam hikayat. Misalnya dalam Babad
Tanah Jawi halaman 159, “Alkisah menurut yang empunya cerita di Laut Kidul ada
yang menjadi raja disana, raja putri nan cantik jelita tanpa tanding”. Selain
itu pada halaman 775, “Alkisah inilah cerita Adipati Jaya Puspita di Japan.”
Babad
Tanah Jawi adalah buku yang menarik untuk dibaca karena berisi cerita tentang
kerajaan yang pernah berkuasa di Pulau Jawa. Tidak hanya menceritakan kehidupan
manusia saja, tetapi juga dewa dewi dan hal-hal mistik. Banyak informasi yang
dapat diambil dari buku ini seperti hubungan raja-raja dengan orang-orang
Belanda, hubungan raja-raja dengan dunia gaib, serta peristiwa-peristiwa yang
terjadi di wilayah-wilayah yang ada di Pulau Jawa seperti Madiun, Madura,
Surabaya, Tuban, Betawi, Jepara dan Pati. Cerita dalam babad dapat dipercaya
karena terdapat angka tahun ketika peristiwa tersebut terjadi, misalnya pada
halaman 561, “Tidak lama kemudian sang Prabu sakit dan mangkat di tahun Alip
1627” serta pada halaman 293, “Orang Belanda lalu mengutus ke Mataram
menyampaikan persembahan yang banyak dan beragam. Waktu itu diberi sengkalan
tahun 1571.”
Meskipun
terdapat angka tahun, beberapa cerita masih terlihat seperti dongeng dan kaya
akan mitos. Misalnya pada halaman 88, “Baru memperoeh tiga cangkulan lalu ada
kilat datang dalam rupa seorang laki-laki. Kyai Ageng tahu bahwa kilat harus
segera ditangkap. Kilat itu berbunyi menggelegar. Ki Ageng kukuh memegangnya.
Kilat lalu diikat, diserahkan ke Demak.” Tetapi dalam buku ini terdapat beberapa
kata yang tidak dilengkapi dengan footnote sehingga membuat pembaca tidak mengerti arti dari kata
tersebut. Misalnya pada halaman 318, “Tidak terbetik sedikit pun dalam hati
untuk menjadikannya sebagai pasemon
apalagi akan mbalela atau nggege
mangsa.” Selain itu alur cerita dalam Babad Tanah Jawi juga tidak
kronologis, sehingga membuat pembaca bingung dalam mengikuti cerita ini.